Saturday, February 19, 2011

Haram dan Pembagiannya




By DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A., 
Haram mempunyai beberapa pengertian, diantaranya :
1/ Sesuatu yang jika dikerjakan akan mendapatkan siksa dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala.
2/ Sesuatu yang dilarang oleh syareat secara tegas.
3/ Sesuatu yang  tercela secara syar’I jika dikerjakan, dan terpuji secara syar’I jika ditinggalkan.
Haram juga dinamakan : sesuatu yang jelek, maksiat, dosa, sesuatu yang dilarang, sesuatu yang  ada ancamannya jika dikerjakan. .
PEMBAGIAN HARAM
Haram atau sesuatu yang dilarang terbagi menjadi  dua :
1/ Sesuatu yang dilarang karena memang pada hakekatnya adalah jelek, seperti : zina, mencuri, makan bangkai, minum khomr dan lain-lainnya.  Hal seperti ini tidak akan mungkin diperintahkan oleh syara’ dan hasilnya-pun tidak diakui oleh syara’, seperti :  anak yang lahir karena perzinahan, tidak diakui oleh syara’ sebagai anak orang yang berbuat zina, dan dia tidak mewarisi harta orang tersebut.
2/Sesuatu yang dilarang karena           pengaruh sifat atau perbuatan lain yang menempel pada dirinya, artinya sesuatu itu pada hakekatnya tidak jelek, hanya  karena ada pengaruh luar, sehingga dilarang, dan ini terbagi menjadi dua bagian  :
2.a/ Sesuatu yang dilarang karena pengaruh perbuatan lain yang menempel pada dirinya , seperti ; menggauli istri dalam haidh ([1]), mengadakan transaksi jual – beli ketika dikumandangkan adzan jum’at ([2]),  sholat  di dalam rumah curian atau  haji dengan uang hasil korupsi.
2.b/ Sesuatu yang jelek karena sifat yang melekat padanya, seperti : dalam  masalah ibadah : berpuasa pada hari I’ed, berpuasa pada hari tasyriq ( 11,12,13 Dzulhijjah ) , dalam masalah mu’amalah : riba dalam jual beli


( [1] ) Seorang muslim yang mengerjakan hal ini, tidak terkena sangsi atau denda, kecuali diharuskan bertaubat dan istighfar. Sebagian ulama mengatakan bahwa sangsinya adalah membayar uang satu dinar jika menggaulinya pada awal haidh dan setengah dinar ketika menggaulinya  pada akhir haidh, ini didasarkan  pada hadits dhoif.
( [2] ) Transaksi  ini dikatakan syah, walaupun terlarang, karena rukun dan syaratnya telah terpenuhi, hanyasanya waktu pelaksanaannya yang kurang tepat, , dan orang yang melakukannya dianggap berdosa, karena telah melanggar larangan Allah swt. Dianggap syah,.  Harus diakui juga bahwa sebagian ulama yang lain  menganggap transaksi tersebut tidak syah, dengan alasan bahwa transaksi tersebut dilarang oleh syara’, dan setiap yang dilarang oleh syara’ adalah sesuatu yang batil.

No comments:

Post a Comment